PELANGGARAN ETIKA KORPORASI DALAM BIDANG KOMPUTER
E-COMMERCE DALAM
KEJAHATAN BISNIS
A. Pengertian e-commerce
Definisi dari “E-Commerce”
sendiri sangat beragam, tergantung dari perspektif atau kacamata yang
memanfaatkannya. Association for Electronic Commerce secara sederhana
mendifinisikan E-Commerce sebagai “mekanisme bisnis secara elektronis”.
CommerceNet, sebuah konsorsium industri, memberikan definisi yang lebih lengkap,
yaitu “penggunaan jejaring komputer (komputer yang saling terhubung) sebagai
sarana penciptaan relasi bisnis”. Tidak puas dengan definisi tersebut,
CommerceNet menambahkan bahwa di dalam E-Commerce terjadi “proses pembelian dan
penjualan jasa atau produk antara dua belah pihak melalui internet atau
pertukaran dan distribusi informasi antar dua pihak di dalam satu perusahaan
dengan menggunakan intranet”.
E-Commerce sebagai “suatu jenis
dari mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi
bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran
barang atau jasa baik antara dua buah institusi maupun antar institusi dan
konsumen langsung”. Beberapa kalangan akademisi pun sepakat mendefinisikan
E-Commerce sebagai “salah satu cara memperbaiki kinerja dan mekanisme
pertukaran barang, jasa, informasi, dan pengetahuan dengan memanfaatkan
teknologi berbasis jaringan peralatan digital.
Perkembangan teknologi informasi
terutama internet, merupakan faktor pendorong perkembangan e-commerce. Internet
merupakan jaringan global yang menyatukan jaringan komputer di seluruh dunia,
sehingga memungkinkan terjalinnya komunikasi dan interaksi antara satu dengan
yang lain diseluruh dunia. Dengan menghubungkan jaringan komputer perusahaan
dengan internet, perusahaan dapat menjalin hubungan bisnis dengan rekan bisnis
atau konsumen secara lebih efisien. Sampai saat ini internet merupakan
infrastruktur yang ideal untuk menjalankan e-commerce, sehingga istilah
E-Commerce pun menjadi identik dengan menjalankan bisnis di internet.
Pertukaran informasi dalam
E-Commerce dilakukan dalam format dijital sehingga kebutuhan akan pengiriman
data dalam bentuk cetak dapat dihilangkan. Dengan menggunakan sistem komputer
yang saling terhubung melalui jaringan telekomunikasi, transaksi bisnis dapat
dilakukan secara otomatis dan dalam waktu yang singkat. Akibatnya informasi
yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi bisnis tersedia pada saat diperlukan.
Dengan melakukan bisnis secara elektronik, perusahaan dapat menekan biaya yang
harus dikeluarkan untuk keperluan pengiriman informasi. Proses transaksi yang
berlangsung secara cepat juga mengakibatkan meningkatnya produktifitas
perusahaan.
Dengan menggunakan teknologi
informasi, E-Commerce dapat dijadikan sebagai solusi untuk membantu perusahaan
dalam mengembangkan perusahaan dan menghadapi tekanan bisnis. Tingginya tekanan
bisnis yang muncul akibat tingginya tingkat persaingan mengharuskan perusahaan
untuk dapat memberikan respon. Penggunaan E-Commerce dapat meningkatkan
efisiensi biaya dan produktifitas perusahaan, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan perusahaan dalam bersaing.
Dalam e-commerce, sistem
pembayaran yang diguanakan adalah antara lain menggunakan :
1) Tunai atau electronic
cash.
2) Sistem debit.
3) Sistem kredit
4) Digital Cash
5) CyberCash
6) First Virtual
7) NetChex
8). E-Gold
B. Permasalahan Mendasar
dalam e-commerce.
Permasalahan-permasalahan yang
mendasar dalam e-commerce adalah sebagai berikut :
1. Permasalahan yang
bersifat substantif :
a). Keaslian
data message dan digital signature.
b). Keabsahan
(Validity).
c.).
Kerahasiaan (Privacy)
d). Keamanan
(Security)
e).
Ketersediaan (availability).
2. Permasalahan yang
bersifat prosedural.
Yaitu pengakuan dan daya
mengikat putusan hakim dari negara lain untuk diberlakukan dan dilaksanakan di
negeri lawan, sekalipun hal ini memakai instrumen-instrumen internasional.
Sepanjang menyangkut
permasalahan-permasalahan pidana, suatu negara memiliki jurisdiksi sebagai
berikut :
a). Jurisdiksi dengan
prinsip teritorial yaitu setiap negara mempunyai jurisdiksi terhadap
kejahatan-kejahatan yang dilakukan diwilayahnya, terhadap setiap orang dan
setiap benda yang berada dalam wilayahnya.
b). Jurisdiksi berdasarkan
kewarganegaraan atau kebangsaan
c). Jurisdiksi berdasarkan
perlingdungan kepentingan penting negara. Berdasarkan prinsip ini, suatu negara
dapat melaksanakan jurisdiksinya terhadap warga negara lain yang melakukan
kejahatan di luar negeri yang bisa mengancam kepentingan keamanan, kemerdekaan
dan integritasnya.
d). Yurisdiksi Universal,
yaitu bahwa setiap negara mempunyai jurisdiksi untuk mengadili tindak kejahatan
tertentu apabila kejahatan tersebut mengancam atau memiliki karakter
membahayakan rakyat internasional tanpa melihat siapa pelaku,
Contoh Kasus dalam
e-Commerce :
Dalam beberapa dekade terakhir
ini, banyak sekali perbuatan-perbuatan pemalsuan (forgery) terhadap surat-surat
dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan bisnis. Perbuatan-perbuatan pemalsuan
surat itu telah merusak iklim bisnis di Indonesia. Dalam KUH Pidana memang
telah terdapat Bab khusus yaitu Bab XII yang mengkriminalisasi perbuatan-perbuatan
pemalsuan surat, tetapi ketentuan-ketentuan tersebut sifatnya masih sangat
umum. Pada saat ini surat-surat dan dokumen-dokumen yang dipalsukan itu
dapat berupa electronic document yang dikirimkan atau yang disimpan di
electronic files badan-badan atau institusi-institusi pemerintah, perusahaan,
atau perorangan. Seyogyanya Indonesia memiliki ketentuan-ketentuan pidana
khusus yang berkenaan dengan pemalsuan surat atau dokumen dengan
membeda-bedakan jenis surat atau dokumen pemalsuan, yang merupakan lex
specialist di luar KUH Pidana.
Di Indonesia pernah terjadi
kasus cybercrime yang berkaitan dengan kejahatan bisnis, tahun 2000 beberapa
situs atau web Indonesia diacak-acak oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone
dan naisenodni. Situs tersebut adalah antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta
dan Indosatnet (Agus Raharjo, 2002.37).
Selanjutnya pada bulan September
dan Oktober 2000, seorang craker dengan julukan fabianclone
berhasil menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet
banking pada nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan
mengakibatkan terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38).
Kejahatan lainnya yang
dikategorikan sebagai cybercrime dalam kejahatan bisnis adalah Cyber Fraud,
yaitu kejahatan yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat internet, salah
satu diantaranya adalah dengan melakukan kejahatan terlebih dahulu yaitu
mencuri nomor kartu kredit orang lain dengan meng-hack atau membobol
situs pada internet.
Menurut riset yang dilakukan perusahaan
Security Clear Commerce yang berbasis di Texas, menyatakan Indonesia berada di
urutan kedua setelah Ukraina (Shintia Dian Arwida. 2002).
Cyber Squalling, yang dapat
diartikan sebagai mendapatkan, memperjualbelikan, atau menggunakan suatu nama
domain dengan itikad tidak baik atau jelek. Di Indonesia kasus ini pernah
terjadi antara PT. Mustika Ratu dan Tjandra, pihak yang mendaftarkan nama
domain tersebut (Iman Sjahputra, 2002:151-152).
Satu lagi kasus yang berkaitan
dengan cybercrime di Indonesia, kasus tersebut diputus di Pengadilan Negeri
Sleman dengan Terdakwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok. Dalam kasus
tersebut, terdakwa didakwa melakukan Cybercrime. Dalam amar putusannya Majelis
Hakim berkeyakinan bahwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok telah membobol
kartu kredit milik warga Amerika Serikat, hasil kejahatannya digunakan untuk
membeli barang-barang seperti helm dan sarung tangan merk AGV. Total harga
barang yang dibelinya mencapai Rp. 4.000.000,- (Pikiran Rakyat, 31 Agustus
2002).
Namun, beberapa contoh kasus
yang berkaitan dengan cybercrime dalam kejahatan bisnis jarang yang sampai ke
meja hijau, hal ini dikarenakan masih terjadi perdebatan tentang regulasi yang
berkaitan dengan kejahatan tersebut. Terlebih mengenai UU No. 11 Tahun 2008
Tentang Internet dan Transaksi Elektronika yang sampai dengan hari ini walaupun
telah disahkan pada tanggal 21 April 2008 belum dikeluarkan Peraturan
Pemerintah untuk sebagai penjelasan dan pelengkap terhadap pelaksanaan
Undang-Undang tersebut.
Disamping itu banyaknya kejadian
tersebut tidak dilaporkan oleh masyarakat kepada pihak kepolisian sehingga
cybercrime yang terjadi hanya ibarat angin lalu, dan diderita oleh sang korban.
A. KESIMPULAN
1. Definisi dari “E-Commerce”
sendiri sangat beragam, tergantung dari perspektif atau kacamata yang
memanfaatkannya. Association for Electronic Commerce secara sederhana
mendifinisikan E-Commerce sebagai “mekanisme bisnis secara elektronis”.
CommerceNet, sebuah konsorsium industri, memberikan definisi yang lebih
lengkap, yaitu “penggunaan jejaring komputer (komputer yang saling terhubung)
sebagai sarana penciptaan relasi bisnis”. Tidak puas dengan definisi tersebut,
CommerceNet menambahkan bahwa di dalam E-Commerce terjadi “proses pembelian dan
penjualan jasa atau produk antara dua belah pihak melalui internet atau
pertukaran dan distribusi informasi antar dua pihak di dalam satu perusahaan
dengan menggunakan intranet”.
2. Permasalahan –permasalahan
yang mendasar dalam e-commerce antara lain :
Pertama, di
dalam dunia maya, virtualisasi merupakan konsep utama yang mendasari bentuk dan
struktur sebuah perusahaan. Di dalam perusahaan virtual, aset-aset yang
bersifat fisik sedapat mungkin ditiadakan. Para pelanggan yang ada di seluruh
dunia tidak berhadapan dengan institusi melalui transaksi fisik yang melibatkan
bangunan, orang, dan benda-benda riil lainnya, melainkan hanya berhadapan
dengan sebuah situs elektronik. Cukup dengan uang $35 setahun (untuk memesan
sebuah domain alamat), sebuah perusahaan dapat berdiri dan menawarkan jasa atau
produknya ke berbagai negara, tanpa harus dibebani dengan berbagai urusan
administratif. Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang mempersulit pendirian sebuah
perusahaan akan mengurangi niat pemain-pemain baru untuk mendirikan perusahaan
virtual, yang artinya akan membuat lesu industri di dunia maya.
Kedua, model
bisnis yang diterapkan cenderung menghilangkan segala bentuk mediasi. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena melalui jaringan internet, individu dapat dengan
mudah melakukan transaksi dengan individu lain (atau antar perusahaan) secara
cepat. Fenomena ini adalah bentuk sederhana dari sebuah pasar bebas dimana
kedua pihak yang bertransaksi secara sadar melakukan pertukaran jasa atau
produk dengan resiko yang disadari bersama. Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang
mengurangi keuntungan maksimum yang selama ini didapatkan oleh kedua belah
pihak yang melakukan transasksi akan berakibat berkurangnya frekuensi dan
volume bisnis di internet.
Ketiga, batasan
antara produsen dan konsumen menjadi kabur. Istilah yang berkembang adalah
“prosumer” karena model bisnis yang ada di dunia maya memungkinkan seseorang
untuk menjadi produsen dan konsumen pada saat yang bersamaan (seperti kasus
keanggotaan American Online, E-Groups, Geocities, dsb.). Penerapan pasal-pasal
cyberlaw yang mendasarkan diri pada sistem ekonomi konvensional (seperti hukum
permintaan dan penawaran) akan mencegah tumbuhnya berbagai model bisnis yang
selama ini menjadi daya tarik dan keunggulan dari dunia maya.
Keempat, adalah
suatu kenyataan bahwa sebuah perusahaan virtual tidak dapat mengerjakan seluruh
bisnisnya sendiri, melainkan harus melakukan kerja sama dengan berbagai
perusahaan virtual lainnya (seperti merchants, content providers, technology
vendors, dsb.). Hal ini berakibat adanya ketergantungan antar perusahaan di
internet yang sangat tinggi. Penerapan pasal-pasar cyberlaw yang mempermudah
sebuah perusahaan untuk gulung tikar akan berakibat runtuhnya bisnis beberapa
perusahaan lain yang bergantung padanya.
Kelima, sumber
daya utama yang mutlak dibutuhkan dalam proses penciptaan produk dan jasa
adalah pengetahuan (knowledge). Karena pengetahuan pada dasarnya melekat pada
sumber daya manusia (unsur-unsur kreativitas, intelektualitas, emosional,
dsb.), tidak mengenal batasan negara, dan mudah dipertukarkan maupun
dikomunikasikan, maka segala bentuk proteksi menjadi tidak relevan dan efektif
untuk diterapkan. Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang bersifat membatasi dan
mengekang individu untuk mempergunakan atau mempertukarkan pengetahuan yang
dimilikinya akan berdampak berkurangnya jenis produk atau jasa yang mungkin
diciptakan.
Dari kelima prinsip utama di
atas terlihat bahwa perumusan dan pengembangan cyberlaw harus dilakukan secara
ekstra hati-hati. Dunia maya merupakan satu-satunya arena bisnis saat ini yang
telah menerapkan konsep pasar bebas dan globalisasi informasi secara hampir
sempurna. Keberadaan cyberlaw pada dasarnya sangat dibutuhkan bukan semata-mata
untuk melindungi hak-hak konsumen atau menegakkan keadilan dalam aturan main
bisnis, namun lebih jauh untuk mencegah terjadinya “chaos” di dunia maya.
Karena walau bagaimanapun, kekacauan di dunia maya akan berdampak secara
langsung terhadap kehidupan manusia di dunia nyata.
3. Penerapan cyberlaw yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi digital dapat berakibat tidak
berkembangnya model transaksi bisnis modern ini. Pemikiran mengenai cyberlaw
ada baiknya untuk mulai dibuka dan dipandang serius. Hal ini sangat perlu
dilakukan mengingat banyaknya para praktisi hukum, manajemen, bisnis, dan
teknologi informasi yang ingin buru-buru menyusun dan membuat konsepnya tanpa
pemahaman yang lengkap dan memadai mengenai konsep perdagangan elektronik, atau
yang lebih dikenal sebagai e-commerce. Gagal memahami dan mengerti mengenai
bagaimana konsep bisnis di dunia maya terjadi dapat membuat keberadaan cyberlaw
menjadi kontraproduktif. Implementasi cyberlaw yang pada mulanya ditujukan
untuk menggairahkan bisnis e-commerce tidak mustahil malah berdampak sebaliknya,
yaitu mematikan pertumbuhan konsep bisnis yang sedang menjadi trend di berbagai
belahan dunia. E-commerce merupakan salah satu varian dari e-business yang
hanya akan secara efektif beroperasi jika prinsip-prinsip ekonomi digital
dipenuhi.
4. Kasus-kasus cybercrime dalam
bidang e-commerce sebenarnya banyak sekali terjadi, namun ditengah keterbatasan
teknologi dan sumber daya manusia dibidang penyelidikan dan penyidikan, banyak
kasus-kasus yang tidak terselesaikan bahkan tidak sempat dilaporkan oleh korban.
Penyelesaian Menurut
Saya :
Teknologi telah berkembang pesat
dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk bisnis. Perkembangan
teknologi komputer, telekomunikasi dan informasi telah berjalan sedemikian
rupa, sehingga kondisi pada saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan beberapa
waktu yang lalu. Pemanfaatan teknologi tersebut telah mendorong pertumbuhan
bisnis yang pesat, karena berbagai informasi telah dapat disajikan dengan
canggih dan mudah diperoleh, dan melalui hubungan jarak jauh dengan
memanfaatkan teknologi telekomunikasi dapat digunakan untuk bahan melakukan
langkah bisnis selanjutnya, pihak-pihak yang terkait dalam transaksi tidak
perlu bertemu face to face, cukup melalui peralatan komputer dan
telekomunikasi, kondisi yang demikian merupakan pertanda dimulainya era siber
dalam bisnis.
Perkembangan teknologi khususnya
internet, menyebabkan terbentuknya sebuah era baru yang disebut sebagai dunia
maya, yang berarti bahwa setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk
berhubungan dengan individu yang lain. Internet memberikan manfaat bagi para
pelaku bisnis. Internet tidak lagi digunakan perusahaan hanya untuk sekedar
mendapatkan informasi, melainkan sudah menjadi bagian penting dalam perusahaan
khususnya dalam kegiatan transaksi. Transaksi tidak lagi berlangsung secara
manual, namun hanya dengan “klik” transaksi dapat terjadi. Kegiatan bisnis
seperti inilah yang dinamakan dengan e-commerce. E-commerce merupakan
kegiatan perdagangan yang dilakukan antara dua pihak atau lebih, terjadi adanya
pertukaran barang, jasa, atau informasi yang menggunakan internet sebagai media
utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut.
Di satu sisi, internet
memberikan manfaat bagi para pelaku bisnis yang dapat memungkinkan adanya
transaksi secara global. Namun, di sisi lain internet juga tidak terlepas dari
adanya kelemahan terutama dalam tindak kejahatan atau kecurangan komputer dan
internet. Bukan hanya karena dikerjakan oleh komputer, maka segala kegiatan
bisnis berjalan lancar dan benar. E-commerce juga tidak lepas dari adanya
kesalahan dan rawan akan tindak kejahatan. Untuk itu, dibutuhkan sistem
keamanan yang dapat memberikan jaminan bagi perusahaan yang menjalankan e-commerce.
Hal inilah yang menuntut adanya kemampuan baru bagi auditor untuk melaksanakan
tugasnya baik auditor internal maupun auditor eksternal.
Adanya hukum siber (cyberlaw)
akan membantu pelaku bisnis dan auditor untuk melaksanakan tugasnya. Cyberlaw
memberikan rambu-rambu bagi para pengguna internet. Pengguna internet
dapat menggunakan internet dengan bebas ketika tidak ada peraturan yang
mengikat dan “memaksa”. Namun, adanya peraturan atau hukum yang jelas akan
membatasi pengguna agar tidak melakukan tindak kejahatan dan kecurangan dengan
menggunakan internet. Bagi auditor, selain menggunakan standar baku dalam
mengaudit sistem informasi, hukum yang jelas dan tegas dapat meminimalisasi
adanya tindak kejahatan dan kecurangan sehingga memberikan kemudahan bagi
auditor untuk melacak tindak kejahatan tersebut. Adanya jaminan keamanan yang
diberikan akan menumbuhkan kepercayaan di mata masyarakat pengguna sehingga
diharapkan pelaksanaan e-commerce khususnya di Indonesia dapat
berjalan dengan baik.
Dan juga saran yang paling utama
adalah :
1. Agar ditingkatkan Sumber Daya
Manusia para penegak hukum di Indonesia, melalui pelatihan-pelatihan yang
secara khusus membahas permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
teknologi informasi khususnya bidang e-commerce.
2. Pemerintah agar
mengsosialisasikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet Dan
Transaksi Elektronika dna segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagai
pedoman pelaksana undang-undang tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar